Tuesday, May 17, 2011

Bab 12 PENYELESAIAN SENGKETA

12.1 Pendahuluan
Pada umumnya di dalam kehidupan suatu masyarakat telah mempunyai cara untuk menyelesaikan konflik atau sengketa sendiri, yakni proses penyelesaian sengketa yang ditempuh melaluli cara-cara formal maupun informal.
Penyelesaian sengketa secara formal berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri atas proses melaluli pengadilan (litigasi) dan arbitrase (perwasitan), serta proses penyelesaian-penyelesaian konflik secara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi, mediasi.
12.2 Cara-Cara Penyelesaian Sengketa
Didalam penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, antara lain negosiasi (negotiation), melalui pihak ketiga, mediasi, konsiliasi, arbitrase, peradilan, dan peradilan umum.
12.2.1 Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi (negotiation) adalah proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) lain. Negosiasi juga diartikan suatu cara penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang berperkara.
Sementara itu, yang harus diperharikan bagi para pihak yang melakukan perundingan secara negosiasi (negotiation) harus mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan dengan damai.Namun, penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui pihak ketiga dapat terjadi dengan cara, antara lain mediasi arbitrase.
12.2.2 Mediasi
Mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Dengan demikian, dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa mediasi merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa dan melibatkan pihak ketiga dengan tujuan membantu demi tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis.
Sementara itu, pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa dinamakan sebagai mediator. Oleh karena itu, pengertian mediasi mengandung unsur-unsur, anatara lain
1. Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan;
2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa didalam perundingan;
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian;
4. Tujuan mediasi untuk mencapai ata menghasilkan kesepakatan yang diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Dengan demikian, tugas utama mediator sebagai fasilitator dan menemukan dan merumuskan persamaan pendapat, seperti berikut.
1. Sebagai tugas utama adalah bertindak sebagai seorang fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi yang dapat dilaksanakan.
2. Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi para pihak dan berupaya untuk mengurangi perbedaan pendapat yang timbul (penyesuaian persepsi), sehingga mengarahkan kepada suatu keputusan bersama.
12.2.3 Konsiliasi
Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Dengan demikian, konsiliasi merupakan proses penyelesaian sengketa alternatif dan melibatkan pihak ketiga yang diikutsertakan untuk menyelesaikan sengketa.
Sementara itu, mengenai konsiliasi disebutkan didalam buku Black’s Law Dictionay,
Conciliation is the adjustment and settlement of a dispute in a friendly, unantagonistic manner used in court before trial with a view towards avoiding trial and in labor dispute before arbitrarion. Court of conciliation is court with propose terms of adjustments, so as to avoid litigation.
Namun, apa yang disebutkan dalam Black’s Law Dictionary pada prinsipnya konsiliasi merupakan perdamaian sebelum sidang peradilan (litigasi).
Dengan demikian, konsiliator dalam proses konsiliasi harus memiliki peran yang cukup berarti. Oleh karena itu, konsiliator berkewajiban untuk menyampaikan pendapat-pendapatnya mengenai duduk persoalannya.
Delam menyelesaikan perselisihannya, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk menyampaikan pendapat secara terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa. Selain itu, konsiliator tidak berhak untuk membuat putusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh parah pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan diantara mereka.
12.2.4 Arbitrase
Arbitrase adalah usaha perantara dalam meleraikan sengketa. Dalam hal ini, ada beberapa definisi yang diberikan oleh para ahli hukum, antara lain Subekti dan Abdulkadir Muhammad.
a. Subekti mengatakan arbitrase merupakan suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk dan menaati keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau ditunjuk.
b. Abdulkadir Muhammad mengatakan arbitrase merupakan badan peradilan swasta diluar lingkungan peradilan unum yang dikenal khusus dalam dunia perusahaan. Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak pengusaha yang bersengketa. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan merupakan kehendak bebas pihak-pihak yang bersengketa. Kehendak bebas ini dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau sesudah terjadi sengketa sesuai dengan asa kebebasan berkontrak dalam hukum perdata.
c. Dalam Pasal 3 ayat 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, menyatakan bahwa penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan. Akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial (exexutoir) setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan.
Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal walaupun disebabkan oleh suatu keadaan, seperti dibawah ini:
a. Meninggalnya salah satu pihak,
b. Bangkrutnya salah satu pihak,
c. Novasi (pembaharuan utang),
d. Insolvensi (keadaan tidak mampu membayar) salah satu pihak,
e. Pewarisan,
f. Berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok,
g. Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak kegita dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut, atau
h. Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Dalam pada itu, arbitrase ada dua jenis, yakni arbitrse ad hoc atau arbitrase volunter dan arbitrase institusional.
1. Arbitrse ad hoc atau arbitrase volunter
Arbitrse ad hoc atau arbitrase volunter merupakan arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan tertentu. Oleh karena itu arbitrse ad hoc bersifat “insidentil”, dimana kedudukan dan keberadaannya hanya untuk melayani dan memutuskan kasus perselisihan tertentu maka apabila telah menyelesaikan sengketa dengan diputuskan perkara tersebut, keberadaan dan fungsi arbitrse ad hoc lenyap dan berakhir dengan sendirinya.
2. Arbitrase institusional
Arbitrase institusional merupakan suatu lembaga atau badan arbitrase yang bersifat “permanen”, sehingga Arbitrase institusional tetap berdiri untuk selamanya dan tidak bubar, meskipun perselisihan yang ditangani telah selesai diputus.
Sementara itu, di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase yang memberikan jasa arbitrase, yakni Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).
Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, para pihak berhak unruk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Lembaga arbitrase dapat menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian dan memberikan suatu pendapat yang mengikat (binding opinion) mengenai persoalan yang berkenan dengan perjanjian tersebut, misalnya terdapat penafsiran ketentuan yang belum jelas, yakni adanya penambahan atau perubahan pada ketentuan yang berhubungan dengan munculnya keadaan yang baru.
Dengan demikian, putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum dan mengikat para pihak. Keputusan arbitrase bersifat final, berarti putusan arbitrase merupakan putusan final karenanya tidak dapat diajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali.
Sementara itu, ketua pengadilan negeri dalm memberikan perintah pelaksanaan kepurusan arbitrase harus memeriksa syarat-syarat untuk dijadikan suatu putusan arbitrase, seperti
a. Para pihak telah menyetujui bahwa sengketa diantara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase;
b. Persetujuan untuk menyelesaikan sengketa melaluli arbitrase dimuat dalam suatu dokumen yang ditanda tangani oleh parah pihak;
c. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah yang tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum.
Dalam hal pelaksanaan keputusan arbitrase internasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sementara itu, berdasarkan pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, suatu putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut.
a. Putusan arbitrase internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase disuatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multiteral mengenai pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
b. Putusan arbitrase internasional terbatas pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
c. Putusan arbitrase internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekutor dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dengan demikian, suatu Putusan arbitrase terhadap para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur, seperti berikut.
a. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan setelah putusan dijatuhkan diketahui palsu atau dinyatakan palsu.
b. Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan dan yang disembunyikan oleh pihak lawan.
c. Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Dengan demikian, permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak hari pernyataan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada panitera pengadilan negeri di mana permohonan tersebut diajukan kepada ketua pengadilan negeri.
Terhadap putusan pengadilan negeri dapat diajukan permohonan banding ke Mahkamah Agung yang memutuskan dalam tingkat pertama dan terakhir. Mahkamah Agung mempertimbangkanserta memutuskan permohonan banding dalam waktu paling lama 30 hari setelah permohonan banding tersebt diterima oleh Mahkamah Agung.
12.2.5 Peradilan.
Dalam menegakkan hukum, hakim melaksanakan hukum yang berlaku dengan dukungan rasa keadilan yang ada padanya berdasarkan hukum yang berlaku, meliputi yang tertulis dan tidak tertulis. Oleh karena itu, disebutkan bawa hakim atau pengadilan adalah penegak hukum.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, penyelenggara kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berbeda di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh mahkamah konstitusi.
12.2.6 Peradilan Umum
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, yang dimaksud dengan peradilan umum adalah salah satu kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang pada umumnya mengenai perkara perdata dan pidana.
Dengan demikian, kekuasaan kehakiman dilingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung.
1. Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri adalah pengadilan tingkat pertaman yang berkedudukan di kotamadya atau ibukota kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten, yang dibentuk dengan keputusan presiden.
2. Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi adalah pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota propinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi yang dibentuk dengan Undang-Undang.
Sementara itu, pengadilan tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata ditingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan yang mengadili antar pengadilan negeri didaerah hukumnya
3. Mahkamah Agung
Ketentuan mengenahi Mahkamah Agung diatur dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1985, merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintahan dan pengaruh-pengaruh lain, yang berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.
Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus
a. Permohonan kasasi,
b. Sengketa tentang kewenangan mengadili,
c. Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Mahkamah Agung memutuskan permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan.
Dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan, karena
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,
b. Salah menetapkan atau melanggar hukum yang berlaku,
c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Mahkamah Agung memeriksa dan memutuskan permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan-alasan yang diatur dalam perundang-undangan.

Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Litigasi
Proses Perundingan Arbitrase Litigasi
Yang mengatur Para pihak Arbiter Hakim
Prosedur Informal Agak formal sesuai dengan rute Sangat formal dan teknisa
Jangka waktu Segera
(3-6 minggu) Agak cepat
(3-6 bulan) Lama
(2 tahun)
Biaya Murah
(low cost) Terkadang sangat mahal Mahal
(expensive)
Aturan pembuktian Tidak perlu Agak informal Sangat formal dan teknis
Publikasi Konfidensial Konfidensial Terbuka untuk umum
Hubungan para pihak Koorperatif Antagonistis Antagonistis
Fokus penyelesaian For the future Masa lalu
(the past) Masa lalu
( the past)
Metode negosiasi Kompromis Sama keras pada prinsip hukum Sama keras pada prinsip hukum
Komunikasi Memperbaiki yang sudah lalu Jalan buntu (blocked) Jalan buntu (blocked)
Result Win-win Win-lose Win-lose
Pemenuhan Sukarela Selalu ditolak dan mengajukan oposisi Ditolak dan mencari dalih
Suasana emosional Bebas emosi Emosional Emosi bergejolak

No comments:

Post a Comment